Jumat, 08 September 2017

A Y A H

"Ayah adalah pria pertama yang mencintai dan menyayangiku dengan tulus (Dessy Anjana)"

Ayah....
Rasa terima kasih kuucapkan pada Allah, karna mengirimkanku kepadamu untuk engkau jaga dan besarkan dengan penuh kasih sayang serta rasa tanggung jawab. 
Selama 24tahun engkau membesarkanku menjadi orang yang engkau harapkan "bisa berguna".

Terima kasih ayah...
hanya itu kalimat sederhana yang bisa aku ucapkan padamu.

Ayah...
Apa kabarmu di sana?
Allah memanggilmu begitu cepat dari yang aku bayangkan.
Hangat dirimu masih  dirasakan di rumah kita.

Ternyata aku begitu merindukanmu, ayah...
Aku masih merasakan engkau disini, tapi hati ini masih sangat perih ketika ingat engkau telah dipanggil pemilikmu.

Ayah...
Bagaimana rumahmu disana?
Semoga lebih baik dari yang disini.

Ayah...
Rumah yang engkau bangun di sini, yang katamu "ini rumah anak-anakku" sudah kami cat menjadi lebih cerah. Jika engkau masih ada, aku rasa ayah pasti akan protes. Karena selera kita tidak pernah sama. Terima kasih ayah diujung usiamu engkau masih memikirkan tempat tinggal keluargamu.

Ayah...
Banyak yang ingin aku tuliskan.
Sekarang engkau sudah punya menantu.
Laki-laki yang pernah beberapa kali engkau temui ketika ia berkunjung ke rumah kita. Dia berani menikahi putrimu yang engkau jaga selama ini. Aku tau engkau merestui kami, karena ayah tidak pernah komentar ketika melihat ia pertama kali (jangan-jangan ayah diam-diam mencari informasi). Dia laki-laki yang bertanggung jawab, aku percaya jikalau ayah masih ada, ayah pasti merasa bahwa putrimu dijaga oleh laki-laki yang tepat. 

Ayah...
Jika semua berjalan lancar, sebentar lagi juga engkau akan mendapatkan cucu.
Seandainya engkau masih ada di sini, mungkin sedikit lucu ketika aku dengar ayahku dipanggil "atok". Ayah pasti menyayanginya. Cucu pertamamu. Tapi apa mau dikata, Allah lebih menyayangimu untuk hidup di dunia-Nya.

Ayah...
Dua anak bujangmu kian membesar. Seandainya matamu masih bisa memandang kami. Ah... Terasa perih ketika membayangkan "perandaian" yang tak nyata ini.

Ayah...
Rindu ini terlalu kejam. Sekeras apapun aku menangis, kamu tetap tak dapat kupeluk.

Ayah...
Apapun kebaikan dan keburukanmi di dunia ini, sebagai anak selalu kudoakan yang terbaik untukmu. Biarlah apapun kata manusia di dunia, mereka punya mulut untuk bicara apapun, tapi sayangnya mereka lupa bahwa yang lain juga mempunyai mulut yang sama. Dan Allah tidak tidur untuk itu.

Ayah...
Maafkan anakmu untuk dosa kami, yang telah engkau pikul sebagai tanggung jawabmu. Maaf ayah....

Ayah...
Aku berikan dedikasi penuh terima kasih untuk semua aturan yang dulunya bagiku tidak masuk akal, yang selalu membuatku merasa terkekang, yang tidak membebaskanku sebebas temanku, yang mengajarkanku kedisiplinan. Terima kasih ayah

Cinta, kasih dan sayangku untukmu pria pertama yang menjagaku. ❤💙






Rabu, 30 Desember 2015

Untuk Seseorang

untuk seseorang.... 

yang mempersiapkan dirinya dan memperbaiki dirinya untuk seseorang

mungkin saja nantinya itu aku

wanita yang tak pernah engkau sebut dalam doa

wanita yang tak pernah engkau idamkan
tapi yang dipilih tuhan untukmu

terima kasih karna nanti akan memilihku

terima kasih karna nanti akan menjadikanku makmummu

terima kasih karna menerima takdirmu

untuk seseorang...

mungkin tak banyak yang bisa aku janjikan

dengan segala bentuk kesalahan masa laluku

dengan segala bentuk keburukan wanita yang aku miliki

dengan segala bentuk ketidakinginanmu yang lainnya

aku juga tidak berjanji untuk sesuatu lebih baik

sekarang, aku hanya sedang memperbaiki diri untukmu kelak

sekarang, aku hanya memantaskan diri untuk menjadi ibu dari anak-anakmu kelak

sekarang, aku hanya sedang meyakinkan diri bahwa suatu saat kamu dan aku menjadi syurga

untuk seseorang...

mungkin disetiap doamu engkau berharap mendapat yang terbaik

mungkin disetiap sujudmu engkau meminta yang lebih baik

pada akhirnya Tuhan memilihku untukmu.

terima kasih untuk semua kemungkinan itu

untuk seseorang...

aku mencintaimu sebagaimana aku berdoa pada Tuhanku, bahwa engkau adalah pilihan dari-Nya untukku yang tak pernah kulafalkan nama dalam doa.

wanita berkacamata
31 Desember 2015


Senin, 28 Desember 2015

JEJAK

dua tujuan dalam satu langkah

bahagia tertuju pada satu tujuan

tujuan yang lain seolah terabaikan

nyatanya itu adalah akhir dari perjalanan


tak ada salahnya berhenti sejenak 

untuk melihat ke kiri dan ke kanan

ada amanah yang harus disinggah

terlepas dari diabaikan atau dijalankan


hingga pada hari itu tiba

perjalanan terhenti

kaki berada di atas tujuan

berharap akan ada langkah lain yang melihat jejak

meski tak diteruskan

menjadi dikenang harusnya membahagiakan

(dessy anjana, 18 desember 2015)

"hanya Tuhan yang tau berakhir dimana langkah ini kelak"
alhamdulillah ❤️💙



Jumat, 06 Maret 2015

Absurd sahabat/musuh

Pernah ku namai sebuah kedekatan sebagai sahabat dan pernah pula ku namai sebuah jarak sebagai musuh. Ternyata kedua antonim ini bisa salah dan bisa benar dalam posisinya. Kekeliruan bisa saja terjadi. Situasi yang tepat untuk kedua kata itu hanya terletak pada juri hidup yang tak peduli (waktu).

Aku pernah bercerita tentang sahabat dan tentang musuh. 
Sebuah kesenangan ketika bisa bercerita tentang sahabat dan sebuah kebencian jika bercerita tentang musuh.

Waktu yang tidak peduli itu mulai bosan. Bosan mendengar rasa kekagumanku bercerita dengan lantang bahwa "aku orang yang paling beruntung punya sahabat". Mungkin juga mulai muak dengan takaburnya aku bahwa "hanya aku yang beruntung". Mungkin juga mulai tertawa karna aku terlalu cepat menyimpulkan kepercayaan.

Setelah semua cukup, waktupun bertindak. Betapa terkejutnya aku ketika ia menunjukkan bahwa yang dianggap dekat ternyata jauh dan yang dianggap jauh ternyata dekat.
Bagaimana bisa menyelam kegembiraan dan senyuman seseorang sebagai tanda "menerima" yang dianggap demikian. 
Sudah cukup menurutku jarak yang membuktikan bahwa kejauhan itu terasa dekat. Sudah cukup menurutku berdoa tanpa sapa. Sudah cukup menurutku tersenyum dan saling kagum. Sudah cukup itu tadi, kalimat paling ampuh dari waktu, karna sebagai juri, ia bertindak dengan adil meskipun sulit dimengerti.

Di dunia ini hanya ada satu sahabat yang menganggap engkau tidak ada.
Di dunia ini hanya ada satu sahabat yang memilih lebih baik tidak saling menyimpan.
Di dunia ini hanya ada satu sahabat yang mempunyai banyak alasan untuk tidak mengikutsertakan dalam kehidupan barunya.
Di dunia ini hanya ada satu sahabat yang sengaja membuat jarak.
Di dunia ini hanya ada satu sahabat yang mempunyai banyak pertimbangan untuk dihadirkan dalam "kontak". Di dunia ini hanya ada satu sahabat yang tidak "accept" dalam sebuah hubungan.
Di dunia ini hanya ada satu sahabat yang berkata "aku beruntung punya kamu".
Di dunia ini hanya ada satu sahabat yang tetap mencarimu meskipun menjadi orang terakhir.
Di dunia ini hanya ada satu sahabat yang menjadikan engkau terbelakang dan terakhir.
Dan .... Di dunia ini sahabat seperti itu adalah musuh.

Sekarang, apakah engkau percaya adanya sahabat? Atau adanya musuh? Sayang sekali, jawabanku tetap sama, aku tetap sombong dan takabur. Tetap ku katakan dalam tawa, suara yang lantang "banyak yang melupakan dan dilupakan, banyak yang diacuhkan dan mengacuhkan tapi aku tetap punya "Dia" menjadi satu-satunya, tetap disini dan berakhir bahagia seperti sebuah novel dan film superhero yang melegakan setelah muncul konflik".



[kenali dan pahami, ada 1 sahabat yang bisa menjadi musuhmu dan diantara 1000 musuh ada 1 yang diam-diam menjadikanmu sahabat]. Anjana17


Wanita berkacamata !!! 

Kamis, 06 November 2014

Ku Namai Mereka "SAHABAT" part 2 (Happy bday)

Waktu berlalu tanpa henti. Waktu berawal dari pertemuan. Pertemuan itu berawal dari pohon cerri. Dua anak perempuan berlari penuh tawa dengan usia 5 tahun dan 3 tahun. Ceceran keringat tumpah membasahi bumi bersamaan dengan aroma matahari. Kadang mereka menangis, kadang mereka tertawa bahkan sesekali pula mereka saling bertengkar. Tapi mengakhiri semuanya dengan salaman. Kepolosan mereka membuat mereka betah ke masjid, berlomba-lomba dalam hal agama, belajar bersama. Mereka mengukir waktu kembali dengan permainan gadis seusianya. Waktu itu, mereka bermain boneka susan, rumah tanah, anak baju, masak-masak, barbie bahkan mereka pernah bermain dengan menirukan film "Power Rangers". Ku dengar jelas di telingga mereka bertengkar memperebutkan warna pink, ada yang berbisik "aku yang mengalah", aku pun tersenyum. Sepeda salah satu mainan kecil yang terus bergema. Si besar sudah mengendarai sepeda tanpa perlu bantuan roda, tapi si kecil masih bermain dengan roda tiganya dan sepeda kecilnya. Si kecil pun merengut, meminta diajarkan. Si besarpun mengajarkan dengan tertatih-tatih. Si kecil jatuh dan menangis. Semenit kemudian mereka bisa tertawa. Seolah-olah mereka memang gadis suci tanpa noda dendam, keirian dan kemunafikan.

Si kecil berusia 5 tahun sudah beranjak menjadi gadis berusia 22 tahun. Si kecil yang berusia 3 tahun kini sudah berusia 21 tahun. Mereka sama-sama tumbuh menjadi gadis cantik. Tak banyak yang berubah, mereka masih tetap sama. Hanya saja si kecil tumbuh lebih tinggi dan besar daripada sibesar. Ada tawa, ada tangis, dan ada senyuman tapi tak sepolos dan sebersih dulu. Permainan mereka tak lagi sekedar barbie tapi sudah membicarakan cinta ala-ala gadis seusianya. 

Kini, salah satu di antara mereka sudah berkomitmen membentuk sebuah keluarga kecil. Keluarga kecil itu semakin lengkap karna dihiasi malaikat kecil. Malaikat kecil mengingatkan kejadian beberapa tahun yang lalu. Becermin ketika memiliki persamaan dengan ibunya. Tak terasa, kini waktu mereka tak lagi menceritakan tentang dunia beserta cinta-cintanya. Ada waktu yang harus dibagi antara keluarga dan sahabat. Kadang, ada pembicaraan yang tidak sejalan, satu masih diam dan yang satu sudah berjalan terlalu jauh.

Cerita di atas merupakan sepengal pengalaman tentang KITA si "Luenchay". Tak terasa hari ini usiamu sudah 21 tahun, sob. Tak terasa juga kita sudah 18 tahun hidup di bawah langit yang sama, di atas bumi yang sama, memandang mata yang sama, selama itu pula kita hidup bersebelahan sampai masa pensiun orang tua kita berakhir. Hadiah bisa dibeli dengan uang tapi pengalaman dan kisah kita lebih berharga dari itu. Semakin bertambah usia kita, aku semakin takut. pelajaran yang pernah kita perlajari dulu waktu MDA bahwa semakin dekat Allah memanggil kita. Meskipun demikian, kita seharusnya tak perlu takut. Disini, walaupun sekarang aku lebih pendiam dari usia kecilku tapi aku tetap berdoa yang terbaik untukmu, chay. Tak perlu menarik perhatian beribu mata di luar tapi perhatikan mata dan peluklah keluarga kecilmu, bawa mereka ke syurga melalui mu. Aku selalu berdoa engkau menjadi istri soleha untuk suamimu yang in sya allah akan ada masanya menjadi seorang ustadz (sebelum itu benar digariskan, mulai sekarang carilah jilbab panjang :p) yang menuntun engkau sekeluarga berada di sisi Allah. Bahkan aku yakin engkau bisa menjadi ibu yang lebih baik yang menjadikan anak sebagai teman tapi jangan pernah lupa bahwa tugas ibu itu berat seberat badanmu yang sekarang (haha). Di sini tak perlu aku doakan engkau semakin cantik karna aku sudah tahu bahwa kita memang sudah cantik dari lahir. Itu Fakta!. Tapi aku berharap engkau mempunyai hati dan perilaku yang cantik yang mencerminkan rupamu. Semoga di usia ini membawa engkau ke usia-usia selanjutnya, sampai aku melihat rambutmu yang sekarang hitam kecoklat-coklatan mulai memutih alami, kulitmu yang bagus mulai melentur, gigimu mulai berjatuhan, anakmu sudah bercucu, sampai pada akhirnya aku masih bisa mendengar tawamu yang khas saat usiamu dimakan senja. Ku kadokan doa yang tulus selama 18 tahun untukmu, chay... Semoga waktu memperpanjang pertemuan dan pertemanan kita. Sampai pada kenyataan bahwa kita sudah mulai pikun tapi engkau masih tetap mengenalku, dan memegang tanganku meskipun aku sudah melupakanmu karna usiaku. Semoga perkenalan ini tetap membekas walaupun kita sudah di syurga dan engkau tetap menjadi sahabat kecil ku.

Salam sayang dari yang terkasih "ciechay" untukmu "luenchay" *peluk*
Dari yang berkacamata untuk yang berkacamata

Jumat, 31 Oktober 2014

Ku Namai Mereka "SAHABAT" part 1


Berbicara tentang sahabat menurut saya berbicara tentang soulmate. Kalau cocok, nyaman dan percaya maka akan langgeng tapi kalau ga hanya sebatas teman biasa (yah teman ketawa, teman sapa) ga lebih. Tapi jika menyindir sedikit tentang sahabat itu luar biasa seperti pacar tapi jarang sekali hal itu ada melainkan banyak yang mempointkan bahwa pacar itu adalah sahabat. Bukan itu yang saya maksud, sahabat yah sahabat dan pacar lain sendiri wujudnya.

Sahabat juga bisa memposisikan dirinya sebagai keluarga? Percaya?. Selama saya ngekos dan merantau jauh dari orang tua, saya menjumpai wujud yang luar biasa. Dari subuh bertemu subuh lagi sama-sama itu sepertinya bukan hal yang mudah. Ibarat kata orang kalau kenal sejam bisa pura-pura baik tapi kalau setiap hari yang berkali-kali tidak bisa berpura-pura lagi. Kalau sudah hidup serumah dengan teman yang akhirnya kalian percaya itu adalah sahabat, kalian akan tahu lebih dari yang kalian tahu. Semulanya hanya tahu kalau dia suka ngupil, setelah tinggal serumah rupanya selain ngupil juga suka tidur, ada time dimana dia menjadi sedikit konyol, menjadi stress dan menjadi sosok yang cenggeng. Itu kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi bahkan lebih gila dari itu. Coba tinggal serumah dengan teman sensasinya beda dengan kalian berteman disekolah, gosip ini-itu, pulang, malamnya jalan lagi dan berakhir pulang tidur dirumah masing-masing itu akan beda dengan kalian merasakan sendiri ketika tidur bersama teman serumah dalam waktu beberapa tahun.

Ini lanjutan dari yang di atas,
Saat kuliah merupakan pertama kalinya saya jauh dari orang tua, setelah sekian lama TK,SD,SMP,SMA saya menjadi anak rumahan. Pertama kali itu juga saya mencium aroma-aroma kebebasa alam setidaknya seperti ini "HIDUP INI BERAT" berat untuk masak sendiri, nyuci baju sendiri, nyetrika sendiri, memikirkan hal-hal rumah tangga sendiri (ceileeh). Kebebasan yang bersifat keberatan itu tadi akan bertambah berat jika hidup dengan teman yang tidak peduli bahkan iri alias sirik. Ada teman yang demikian? Ada. Semuanya mengalir seperti air sampai pada akhirnya saya bertemu dengan mereka (dipersingkat) yang akhirnya saya namai sahabat. Saya temui mereka ketika kuliah di salah satu PTS di Riau. Semua wujud kelebihan dan kekurangan keluar yang dulunya dipikir pendiam eh rupanya lebih golil yang dikira sabar eh rupanya suka marah, yang dikira kalem eh rupanya emosian eh yang dikira-kira oh rupanya-rupanya.

Waktu itulah sebenarnya yang memperkenalkan siapa mata yang kita pandang sesungguhnya. Bukan untuk 1 menit, 1 jam bahkan 1 hari melainkan 1 waktu bersama untuk saling mengenal. Mata itu yang akan bercerita bahwa sebenarnya mata yang dulu dipandang sebagai sosok yang sabar sebenarnya memiliki kesedihan, kemarahan, kepedulian bahkan kekonyolan yang belum ditampakkan karena belum waktunya. Dan itu benar terjadi... Ada benarnya yang sering dibicarakan yang jelas kesan pertama kenal itu seperti apa. Nah tapi jangan lupa akan ada kesan-kesan yang seterusnya. Kembali lagi ke sahabat. Sama seperti saya yang memberikan kesan pertama si A "begini" dan si B "begitu" itu benar tapi setelah tinggal serumah ada kesan yang lebih penting bahwa mereka peduli itu nyata bukan pura-pura. Meskipun sebagai manusia pasti ada kelebihan dan kekurangan. Ketika ada keduanya itulah fungsi kita yang katanya "menerima apa adanya bukan ada apanya" seperti halnya mereka.

Mereka (sahabat) itu titipan Allah yang berharga setelah keluarga. Disaat keluarga jauh dari pelukan, mereka merangkul penuh kehangatan. Selain itu, mereka juga penyabar setelah ibu saya. Saya katakan demikian karena selain saya paling kurus dan agak kekinian (piss), saya juga wanita yang keras kepala, emosi dan egois. Mereka menerima itu. Tapi sampai sekarang sebenarnya masih binggung, mereka menerima atau memang masa bodoh. Mana ada manusia yang menerima dikritik tanpa ampun, dimarah-marah, ngomong suka agak meninggi dan agak ngegas, kadang juga jadi sasaran kalau ada masalah intinya emosi suka berubah-ubah permenit. Saya yakin kalian juga gaakan mau punya teman apalagi sahabat seperti saya. Saya juga yakin kalian minta dijauhkan dari teman seperti saya. Tapi mereka tidak. Mereka dengan sabarnya masih mau merangkul. Dan rangkulan itu sebenarnya membuat saya malu karna tidak bisa menjadi lebih baik untuk mereka. Selain rangkulan hangat itu, mereka juga bisa diajak kompromi tentang ini ataupun tentang itu. Saya yakin mereka berteman dengan saya itu ikhlas. Buktinya, mereka menjadi sahabat dekat saya dalam waktu 4 tahun (belum terlalu lama tapi cukup membuat saya percaya). Sebenarnya kalau boleh berbicara sedikit (ini kalau boleh ya) peran saya di antara mereka juga penting soalnya saya yang paling doyan masak (walaupun gaenak) apalagi nyoba resep kue digugel meskipun pernah gagal -_-", paling bisa jadi penengah, teman curhat yang nyaman dan bisa menjadi penasehat cinta (tolong digaris keras). 

Antonim suka berlawanan dengan duka. Suka berakhir duka pun menghampiri. Ketika jauh dari orang tua, sahabat merupakan tempat ternyaman untuk berbagi (lihat teman dulu, kira-kira bisa jaga rahasia atau malah "Bocor"). Lagi-lagi mereka bisa diajak berbagi. Kalau gaada duit ada yang nutupin, kalau lagi sakit ada yang ngurusin. Banyak hal yang sudah kami lalui bersama. Tawa, air mata dan kehangatan semua paket lengkap. Meskipun terkadang banyak juga selisih pahamnya. Tapi yah gitu, paling diam-diaman, ujung-ujungnya baikan lagi. Selama berselisih, alhamdulillah kami ga pernah cerita ke orang-orang mungkin orang-orang juga gatau kalau kami pernah berselisih. Saya juga bukan orang munafik yang mengatakan bahwa kami gapernah kelai, itu kebohongan besar. Soalnya mustahil ada jalan yang lurus tanpa lika-liku. Cara kami menyelesaikannya berbeda. Kadang saya merasa prihatin dengan segerombolan sahabat yang katanya paling fun, paling rame, apalagi kalau sudah di dunia maya, tapi tak bisa menutupi masalah masing-masing di antara mereka alias "BOCOR". Ada yang ngomong sahabat sendiri disinilah, nah yang diomongin ngomongin juga disana, sampai pada akhirnya saya mengelus dada dan lagi-lagi membuat saya bersyukur kehidupan saya tidak demikian. Kadang juga miris dengar sapaan "akrab" mereka dengan menyebut nama salah satu binatang, atau cara mereka ngomong dengan kata yang menurut saya tidak sewajarnya dilontarkan. Wajar kalau saya berpenilaian begitu, selama saya dekat dengan sahabat saya mereka tidak pernah mengeluarkan kata-kata itu. Sampai sekarang tidak pernah. Seemosi apapun mereka tidak pernah melontarkan kata-kata "kotor" di depan saya.Tidak menutup kemungkinan kalau kami (sahabat) bukan juga malaikat dan manusia baik-baik, jika ngumpul kami juga ada ngomongin orang (jangan ditiru), kadang juga cerita-cerita kosong tapi yang saya salut di antara kami apabila si A ada tidak suka atau ada masalah dengan orang lain, kami juga ikut-ikutan ga suka.

Perjalanan menyenangkan kami waktu itu ke daerah sumatra barat niatnya mau sampai sabang -____-. Sebenarnya kemarin paling jauh di yogyakarta tapi karna lain hal ada yang tidak bisa ikut maklum berangkatnya juga mendadak karena tiket promo. Perjalanan ini sudah kami jadwalkan beberapa tahun sebelumnya, tapi selalu gagal menentukan tanggalnya. Akhirnya direalisasikan bulan Mei 2014. Modal nekat sebenarnya 3 cewek 1 cowok (jangan su'uzon dulu semuanya orang baik). Sebenarnya 5 orang yang mau berangkat tapi ada yang gajadi.  Perjalanan darat dimulai. Saya orang yang paling ga bisa naik mobil apalagi ada pewanginya. Kampungan (katakanlah saya begitu) tapi anehnya perjalanan itu menyenangkan. 
Saya yang paling usil, ada yang tidur sedikit saja langsung saya rekam, ada ngelawak sedikit saja langsung saya rekam. Perjalanan kami waktu itu cukup mengunjungi beberapa tempat di sumatra barat (bukit tinggi, padang, pulau pagang, kebun teh, danau diatas, danau singkarak, lembah harau). Ada 1 kejadian yang luar biasa, kami pulang dari pulau pagang itu sore, rencananya mau tidur/nginap di daerah yang dekat dengan kebun teh. Posisi jalan kami waktu itu menanjak malam hari pula, ada 1 kelok yang membuat kami kaget. Saya yang melek aja kaget apalagi yang tidur. Kelok itu tajam tinggi dibelakang ada puso, untung yang nyupirnya pinter. Semula yang tidur jadi bangun dan mungkin kapok untuk tidur lagi. Malam itu juga membuat kami turun-naik-turun-naik alias bolak-balik karena salah nanya. Akhirnya kami menginap di padang lagi. (Ciie yang ngerasa ada di dalam cerita ini, mau dibongkar nginapnya dimana? Hahaha). Meskipun hanya beberapa hari melepaskan beban yah cukup untuk ketawa dan bahagia. Apalagi perjalanan pulangnya yang diisi dengan ketawa seperti anak TK yang mau piknik.


Itu sih cerita dulu, ketika saya masih bersama mereka dibangku kuliah. Meskipun sekarang kami jauh, kami tetap sahabat. Sayangnya, ketika wisuda ada 1 sahabat saya yang masih sibuk bimbingan dan saya doakan semoga semua dimudahkan. Saya juga berharap semoga dihari wisudanya nanti bisa ikut hadir dan mendengarkan namanya dipanggil dengan titel baru. Semoga tidak ada hambatan. Tapi apapun yang terjadi besok meskipun saya tidak datang setidaknya saya juga ikut bahagia dari jauh. Kalau masalah foto bisa di crop dan di paste hehehe... Bagaimanapun jauhnya jarak kenangan itu tetap dikenang. Saya akan menceritakan pengalaman ini pada generasi mendatang, bahwa di dunia ini ada yang bisa peduli seperti keluarga yaitu sahabat. 


Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka (opi dan yulis).


Salam sayang dari sahabatmu yang berkacamata tidak cantik dan tidak manis tapi bisa membuat anak orang jatuh cinta *eh

Minggu, 12 Oktober 2014

IBU menurut saya

Berbicara tentang ibu, apa yang terlintas dalam pikiran dan hati anda?. Jika pertanyaan itu saya jawab, saya akan mengatakan kalau ibu adalah wanita berhati malaikat. Saya katakan demikian karena ibu saya memposisikan dirinya demikian. Ibu itu sumber nyata yang memposisikan dirinya sebagai sahabat, isteri dan ibu. 

Kurang atau lebih dari 9 bulan merupakan waktu yang sangat lama untuk membawa segumpal darah yang menjadi daging di dalam perut. Dibawa kemanapun tanpa bisa dilepas. Meskipun demikian, beliau menyayangi tanpa cacat dari yang belum terlihat wujudnya sampai mampu menatap kedua matanya. Masih banyak fase-fase yang dilewatinya. Terjaga dimalam hari disaat semua mata mampu terlelap dalam mimpi. Memberi sebagian kesehatanya, menyayangi hingga ke jiwa. Mengedepankan suami dan anaknya tanpa cela sedikitpun.

Saya salah satu yang bangga dengan sosok ibu. Setiap teman-teman yang bertanya siapa idola saya dan saya jawab ibu. Menurut saya ibu itu tak kalah dengan artis internasional atau artis yang bayarannya mahal. Saya juga punya rencana besok ketika menjadi isteri dan ibu saya akan seperti ibu saya. Cukup singkat, ibu ketika dengan anak-anaknya memposisikan dirinya sebagai sahabat yang tetap bisa dihargai dan dihormati. Tanpa rasa sungkan saya bercerita sepanjang jalan kehidupan kepada ibu. Ibu mendengarkan dengan sangat baik. Bahkan menjadi penasehat yang baik. Dapat dikatakan ibu adalah pendengar dan pembicara yang baik. Bercerita dengan ibu seperti menyimpan rahasia ke dalam peti yang terkunci. Kuncinya disimpan tanpa diketahui tempatnya. Sesederhanakah ibu itu karena saya anak cewek? Tidak. Posisi anaknya yang cowok juga seperti itu. Tak ada beda. Ibu juga sosok wanita yang tidak pernah tega dengan anak dan suaminya, meskipun terkadang cerewet alias bawel, beliau punya rasa sensitif "tidak tegaan". Sebenarnya saya rasa itulah istimewanya wanita ketika Allah pecaya kepadanya sebagai manusia yang di dalam tubuhnya diletakkan salah satu asmaul husna "rahim (penyayang)." 

Saya bangga meskipun beliau tidak berpendidikan tinggi tapi beliau mampu menderajatkan dihadapan anak-anaknya sebagai seorang yang berpendidikan. Saya dan ibu itu seperti teman. Setiap suntuk dirumah, ibu jadi teman untuk diajak jalan-jalan. Lebih sering ibu yang membawa motor dan saya duduk manis dibelakang. Kurang sopankan? Jawab masing-masing saja ya. Jarak umur saya dan ibu kurang lebih 22 tahun tapi herannya setiap jalan pasti dikatakan bahwa kami "adik-kakak". Dikatakan demikian sepertinya karena badan kami sama tinggi tapi lebih ideal badan ibu saya, kalau saya kekurusan. 

Saya punya mimpi dan rencana  untuk masa depan. Saya tidak muluk-muluk untuk meminta. Saya hanya berharap sampai pada masanya Allah tidak memanggil ibu saya sebelum saya bisa membahagiakannya lahir bathin. Meskipun sampai sekarang saya dengar ibu mengatakan kata "bangga" didepan saya sambil tersenyum tapi saya rasa itu belum cukup. Masih banyak yang ingin saya lakukan salah satunya pergi ke rumah Allah bersama-sama menggunakan uang saya sendiri bahkan keliling dunia dan membahagiakan ibu dalam proses masa tuanya seperti ibu membahagiakan saya ketika masih anak-anak, menyayangi, mencintai, menjaga dan merawat. Ada satu kutipan yang saya baca yang membuat saya terharu bunyinya kurang lebih begini "Ibu... Jika saya besar nanti saya akan membelikan ibu sepasang sepatu, meskipun itu sederhana setidaknya surga saya tidak tergores dan terluka." 

Ayo.. Teman-teman share cerita tentang ibu kamu. Tunjukkan ke beliau dan ceritakan bahwa kita bangga lahir dari rahimnya.

Salam sayang dari gadis berkacamata yang tidak cantik dan tidak manis tapi mampu membuat anak orang jatuh cinta *eeh