Berbicara tentang sahabat menurut saya berbicara tentang soulmate. Kalau cocok, nyaman dan percaya maka akan langgeng tapi kalau ga hanya sebatas teman biasa (yah teman ketawa, teman sapa) ga lebih. Tapi jika menyindir sedikit tentang sahabat itu luar biasa seperti pacar tapi jarang sekali hal itu ada melainkan banyak yang mempointkan bahwa pacar itu adalah sahabat. Bukan itu yang saya maksud, sahabat yah sahabat dan pacar lain sendiri wujudnya.
Sahabat juga bisa memposisikan dirinya sebagai keluarga? Percaya?. Selama saya ngekos dan merantau jauh dari orang tua, saya menjumpai wujud yang luar biasa. Dari subuh bertemu subuh lagi sama-sama itu sepertinya bukan hal yang mudah. Ibarat kata orang kalau kenal sejam bisa pura-pura baik tapi kalau setiap hari yang berkali-kali tidak bisa berpura-pura lagi. Kalau sudah hidup serumah dengan teman yang akhirnya kalian percaya itu adalah sahabat, kalian akan tahu lebih dari yang kalian tahu. Semulanya hanya tahu kalau dia suka ngupil, setelah tinggal serumah rupanya selain ngupil juga suka tidur, ada time dimana dia menjadi sedikit konyol, menjadi stress dan menjadi sosok yang cenggeng. Itu kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi bahkan lebih gila dari itu. Coba tinggal serumah dengan teman sensasinya beda dengan kalian berteman disekolah, gosip ini-itu, pulang, malamnya jalan lagi dan berakhir pulang tidur dirumah masing-masing itu akan beda dengan kalian merasakan sendiri ketika tidur bersama teman serumah dalam waktu beberapa tahun.
Ini lanjutan dari yang di atas,
Saat kuliah merupakan pertama kalinya saya jauh dari orang tua, setelah sekian lama TK,SD,SMP,SMA saya menjadi anak rumahan. Pertama kali itu juga saya mencium aroma-aroma kebebasa alam setidaknya seperti ini "HIDUP INI BERAT" berat untuk masak sendiri, nyuci baju sendiri, nyetrika sendiri, memikirkan hal-hal rumah tangga sendiri (ceileeh). Kebebasan yang bersifat keberatan itu tadi akan bertambah berat jika hidup dengan teman yang tidak peduli bahkan iri alias sirik. Ada teman yang demikian? Ada. Semuanya mengalir seperti air sampai pada akhirnya saya bertemu dengan mereka (dipersingkat) yang akhirnya saya namai sahabat. Saya temui mereka ketika kuliah di salah satu PTS di Riau. Semua wujud kelebihan dan kekurangan keluar yang dulunya dipikir pendiam eh rupanya lebih golil yang dikira sabar eh rupanya suka marah, yang dikira kalem eh rupanya emosian eh yang dikira-kira oh rupanya-rupanya.
Waktu itulah sebenarnya yang memperkenalkan siapa mata yang kita pandang sesungguhnya. Bukan untuk 1 menit, 1 jam bahkan 1 hari melainkan 1 waktu bersama untuk saling mengenal. Mata itu yang akan bercerita bahwa sebenarnya mata yang dulu dipandang sebagai sosok yang sabar sebenarnya memiliki kesedihan, kemarahan, kepedulian bahkan kekonyolan yang belum ditampakkan karena belum waktunya. Dan itu benar terjadi... Ada benarnya yang sering dibicarakan yang jelas kesan pertama kenal itu seperti apa. Nah tapi jangan lupa akan ada kesan-kesan yang seterusnya. Kembali lagi ke sahabat. Sama seperti saya yang memberikan kesan pertama si A "begini" dan si B "begitu" itu benar tapi setelah tinggal serumah ada kesan yang lebih penting bahwa mereka peduli itu nyata bukan pura-pura. Meskipun sebagai manusia pasti ada kelebihan dan kekurangan. Ketika ada keduanya itulah fungsi kita yang katanya "menerima apa adanya bukan ada apanya" seperti halnya mereka.
Mereka (sahabat) itu titipan Allah yang berharga setelah keluarga. Disaat keluarga jauh dari pelukan, mereka merangkul penuh kehangatan. Selain itu, mereka juga penyabar setelah ibu saya. Saya katakan demikian karena selain saya paling kurus dan agak kekinian (piss), saya juga wanita yang keras kepala, emosi dan egois. Mereka menerima itu. Tapi sampai sekarang sebenarnya masih binggung, mereka menerima atau memang masa bodoh. Mana ada manusia yang menerima dikritik tanpa ampun, dimarah-marah, ngomong suka agak meninggi dan agak ngegas, kadang juga jadi sasaran kalau ada masalah intinya emosi suka berubah-ubah permenit. Saya yakin kalian juga gaakan mau punya teman apalagi sahabat seperti saya. Saya juga yakin kalian minta dijauhkan dari teman seperti saya. Tapi mereka tidak. Mereka dengan sabarnya masih mau merangkul. Dan rangkulan itu sebenarnya membuat saya malu karna tidak bisa menjadi lebih baik untuk mereka. Selain rangkulan hangat itu, mereka juga bisa diajak kompromi tentang ini ataupun tentang itu. Saya yakin mereka berteman dengan saya itu ikhlas. Buktinya, mereka menjadi sahabat dekat saya dalam waktu 4 tahun (belum terlalu lama tapi cukup membuat saya percaya). Sebenarnya kalau boleh berbicara sedikit (ini kalau boleh ya) peran saya di antara mereka juga penting soalnya saya yang paling doyan masak (walaupun gaenak) apalagi nyoba resep kue digugel meskipun pernah gagal -_-", paling bisa jadi penengah, teman curhat yang nyaman dan bisa menjadi penasehat cinta (tolong digaris keras).
Antonim suka berlawanan dengan duka. Suka berakhir duka pun menghampiri. Ketika jauh dari orang tua, sahabat merupakan tempat ternyaman untuk berbagi (lihat teman dulu, kira-kira bisa jaga rahasia atau malah "Bocor"). Lagi-lagi mereka bisa diajak berbagi. Kalau gaada duit ada yang nutupin, kalau lagi sakit ada yang ngurusin. Banyak hal yang sudah kami lalui bersama. Tawa, air mata dan kehangatan semua paket lengkap. Meskipun terkadang banyak juga selisih pahamnya. Tapi yah gitu, paling diam-diaman, ujung-ujungnya baikan lagi. Selama berselisih, alhamdulillah kami ga pernah cerita ke orang-orang mungkin orang-orang juga gatau kalau kami pernah berselisih. Saya juga bukan orang munafik yang mengatakan bahwa kami gapernah kelai, itu kebohongan besar. Soalnya mustahil ada jalan yang lurus tanpa lika-liku. Cara kami menyelesaikannya berbeda. Kadang saya merasa prihatin dengan segerombolan sahabat yang katanya paling fun, paling rame, apalagi kalau sudah di dunia maya, tapi tak bisa menutupi masalah masing-masing di antara mereka alias "BOCOR". Ada yang ngomong sahabat sendiri disinilah, nah yang diomongin ngomongin juga disana, sampai pada akhirnya saya mengelus dada dan lagi-lagi membuat saya bersyukur kehidupan saya tidak demikian. Kadang juga miris dengar sapaan "akrab" mereka dengan menyebut nama salah satu binatang, atau cara mereka ngomong dengan kata yang menurut saya tidak sewajarnya dilontarkan. Wajar kalau saya berpenilaian begitu, selama saya dekat dengan sahabat saya mereka tidak pernah mengeluarkan kata-kata itu. Sampai sekarang tidak pernah. Seemosi apapun mereka tidak pernah melontarkan kata-kata "kotor" di depan saya.Tidak menutup kemungkinan kalau kami (sahabat) bukan juga malaikat dan manusia baik-baik, jika ngumpul kami juga ada ngomongin orang (jangan ditiru), kadang juga cerita-cerita kosong tapi yang saya salut di antara kami apabila si A ada tidak suka atau ada masalah dengan orang lain, kami juga ikut-ikutan ga suka.
Perjalanan menyenangkan kami waktu itu ke daerah sumatra barat niatnya mau sampai sabang -____-. Sebenarnya kemarin paling jauh di yogyakarta tapi karna lain hal ada yang tidak bisa ikut maklum berangkatnya juga mendadak karena tiket promo. Perjalanan ini sudah kami jadwalkan beberapa tahun sebelumnya, tapi selalu gagal menentukan tanggalnya. Akhirnya direalisasikan bulan Mei 2014. Modal nekat sebenarnya 3 cewek 1 cowok (jangan su'uzon dulu semuanya orang baik). Sebenarnya 5 orang yang mau berangkat tapi ada yang gajadi. Perjalanan darat dimulai. Saya orang yang paling ga bisa naik mobil apalagi ada pewanginya. Kampungan (katakanlah saya begitu) tapi anehnya perjalanan itu menyenangkan.
Saya yang paling usil, ada yang tidur sedikit saja langsung saya rekam, ada ngelawak sedikit saja langsung saya rekam. Perjalanan kami waktu itu cukup mengunjungi beberapa tempat di sumatra barat (bukit tinggi, padang, pulau pagang, kebun teh, danau diatas, danau singkarak, lembah harau). Ada 1 kejadian yang luar biasa, kami pulang dari pulau pagang itu sore, rencananya mau tidur/nginap di daerah yang dekat dengan kebun teh. Posisi jalan kami waktu itu menanjak malam hari pula, ada 1 kelok yang membuat kami kaget. Saya yang melek aja kaget apalagi yang tidur. Kelok itu tajam tinggi dibelakang ada puso, untung yang nyupirnya pinter. Semula yang tidur jadi bangun dan mungkin kapok untuk tidur lagi. Malam itu juga membuat kami turun-naik-turun-naik alias bolak-balik karena salah nanya. Akhirnya kami menginap di padang lagi. (Ciie yang ngerasa ada di dalam cerita ini, mau dibongkar nginapnya dimana? Hahaha). Meskipun hanya beberapa hari melepaskan beban yah cukup untuk ketawa dan bahagia. Apalagi perjalanan pulangnya yang diisi dengan ketawa seperti anak TK yang mau piknik.
Itu sih cerita dulu, ketika saya masih bersama mereka dibangku kuliah. Meskipun sekarang kami jauh, kami tetap sahabat. Sayangnya, ketika wisuda ada 1 sahabat saya yang masih sibuk bimbingan dan saya doakan semoga semua dimudahkan. Saya juga berharap semoga dihari wisudanya nanti bisa ikut hadir dan mendengarkan namanya dipanggil dengan titel baru. Semoga tidak ada hambatan. Tapi apapun yang terjadi besok meskipun saya tidak datang setidaknya saya juga ikut bahagia dari jauh. Kalau masalah foto bisa di crop dan di paste hehehe... Bagaimanapun jauhnya jarak kenangan itu tetap dikenang. Saya akan menceritakan pengalaman ini pada generasi mendatang, bahwa di dunia ini ada yang bisa peduli seperti keluarga yaitu sahabat.
Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka (opi dan yulis).
Salam sayang dari sahabatmu yang berkacamata tidak cantik dan tidak manis tapi bisa membuat anak orang jatuh cinta *eh

Tidak ada komentar:
Posting Komentar