Senin, 01 September 2014

Tentang Malam dan Kerinduan

Aku merasa tuhan sengaja menciptakan malam. Bukan hanya berfungsi sebagai waktu istirahat bagi mereka yang mencari kekayaan dunia. Tapi lebih mendekatkan manusia bahwa malam itu kerinduan. Entah kenapa gelap ini membuat rindu itu muncul. Ketika semua mata mulai terpejam, jangkrik mulai bernyanyi tak jarang pula suara detik jam berdengung di telingga, aku mencoba mengeja kehidupan. Kemarin, hari ini, esok atau kehidupan yang akan datang terbayang dimata. Tak lagi pikiran yang menayangkan klise klise indah dan kelam melainkan mata yang mengizinkan penayangan itu di saksikan gelap. Mata tak terpejam tapi kisah itu gentayangan dipucuk malam dan akupun terbuai. Keinginan akan hari esok yang bahagia seperti sepasang sejoli yang kasmaran mengirimkan secarik puisi romantis dengan warna merah muda dan diselimuti harum vanila coklat yang membuat suasana semakin romantis. Membuat jari berdansa di atas kertas membalas dengan penuh perasaan bahagia.. Ohhh duniaaa...  Atau mungkin berkhayal jika hari esok akan bahagia seperti manusia yang bahagia keliling dunia tanpa beban yang dipikul tulang kering dan daging. Tak sadar membuat mutiara mata jatuh berharga. Jika mengingat malam itu memang kerinduan. Tak lagi memikirkan rindu akan hari esok. Tapi malam selalu membuat rindu akan hari ini yang terbuang sia-sia karna menjadi sampah yang tak bisa di daur ulang. Semakin tak tertahan oleh bendungan mata besar ini mutiara tak lagi berharga jika tujuan-tujuan hidup yang disusun rapi tetap rapi didunia melalui tangan-Nya dan melupakan satu hal bahwa aku adalah manusia dan aku hidup dalam rapuh dan akal. Hari ini penayangan hanya sekali dan jika meminta di ulang kembali dalam perbaikan diri jawabannya tetap ulangi esok jika aku tak puas, jika itu terus terjadi ulangi esok jika aku tak puas dan jika kesalahan itu masih terjadi aku tetap menatap malam hingga aku lihat fajar yang merekah aku akan dapatkan pelajaran di dalam 2 rakaat ku.

Gelap inipun enggan pergi ketika aku mulai semakin menghayati final dari hari ini. Tapi yang aku tau kerinduan dalam gelap ini membuat aku sadar. Tak lagi melihat dari siapa dan untuk siapa. Tapi dari diri sendiri untuk orang lain. Aku pernah mendengar sebuah kutipan "membahagiakan orang lain niscahaya kita juga akan bahagia". Malam ini tetap menjadi kerinduan ketika kutipan itu tak mampu aku aplikasikan pada diri sendiri. Betapa rendahnya hati yang merindu jika tak mampu menjadi mahkota yang berkilau melainkan mampu menjadi mahkota besi yang berkarat. Hati ini masih membutuhkan rindu sangat membutuhkan rindu dan pasti membutuhkan malam, hati ini tak mampu menampung sabar yang sedikit lebih kecil dari sabar yang dimiliki orang-orang yang beriman. Banyak bibir yang mengiris hati dengan pisau yang tumpul di balas pula olah hati ini dengan pisau yang tajam dan aku murka pada rindu. Aku mencoba kembali menumpulkan sedikit ketajaman pisau biar mahkota hati tetap berkilau dalam masa jayanya tapi aku masih gagal. Akupun tak tau mahkota ini apa masih berkilau atau sudah binasa di tempatnya. Sungguh gelap ini temanku. Aku bisa bercerita banyak dengan gelap. Aku sungguh merindukan gelap setelah lama aku melihat terangnya kebencian. Gelap itu kerinduan. Rindu itu menyadarkan aku di kegelapan. Dan iyaaa "gelap itu temanku antara kerinduan kebaikan dan kerinduan akan menjadi yang terbaik".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar