BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang dan Masalah
1.1.1
Latar Belakang
Bahasa adalah sebuah sistem yang memadukan dunia makna
dan dunia bunyi. Dunia bunyi merupakan kajian dalam bidang fonologi sedangkan
dunia makna merupakan kajian dalam bidang semantik. Semantik merupakan bidang
linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. Menurut Ogden dan Richards
(1923) dalam karya klasik tentang “teori semantik segi tiga” yang sampai saat
ini masih beerpengaruh dalam teori semantik, kaitan antara lambang, citra mental
atau konsep, dan referen atau objek.
Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari
bagaimana setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling mengerti.
Untuk menyusun kalimat yang dapat dimengerti pemakai bahasa dituntut untuk
menaati kaidah gramatika, atau tunduk kepadaa kaidah pilihan kata menurut
sistem leksikal yang berlaku didalam suatu bahasa. Makna sebuaah kalimat sering
tidak bergantung pada sistem gramatikal dan leksikal saja, tetapi juga
bergantung kepada kaidah wacana.
Kempson (dalam Djajasudarma, 2009:9) menyatakan bahwa
untuk menjelaskan makna dapat dilihat dari segi: kata, kalimat, dan apa yang
diperlukan penyapa untuk berkomunikasi. Orang awan melihat makna kata tentunya
dari kamus, yang sebenarnya adalahh makna leksikal atau keterangann dari leksem
itu sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari makna suatu kata tidak hanya makna
leksikal yang dimilikinya, tetapi menjangkauu yang lebih luas. Kata-kata atau
leksem dari setiap bahasa dapat dikelompokkan dalam kelompok-kelompok tertentu
yang maknaya saling berkaitan atau berdekatan karena sama-sama berada dalam
satu bidang kegiatan atau keilmuan. Tetapi disamping itu setiap kata atau
leksem dapat juga dianalisis maknanya atas komponen-komponen makna tertentu
sehingga akan tampak perbedaan dann persamaan makna antara kata yang satu
dengan kata yang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas penulis akan membahas
tentang Medan Makna dan Komponen Makna dengan
alasan agar dapat membedakan antara medan makna dan komponen makna. Sekaligus
memberikan manfaat sebagai sumber belajar dan bahan bacaan serta menambah
wawasan untuk penulis maupun pembaca.
1.1.2
Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas,
penulis akan mengemukakan beberapa masalah diantaranya:
- Apa yang dimaksud medan makna?
- Apa saja komponen makna?
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
- Untuk mengetahui pengertian dan contoh medan makna.
- Untuk mengetahui komponen-komponen makna.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Medan Makna
Harimurti (1982) menyatakan bahwa medan makna ( semantic field, semaantic domain) adalah
bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkkan bagian dari bidang
kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan
oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Kata atau unsur
leksikal yang maknanya berhubungan dalam satu bidang tertentu jumlahnya tidak
sama dari satu bahasa dengan bahasa lain, sebab berkaitan erat dengan kemajuan
atau situasi budaya masyarakat bahasa yang bersangkutan. Misalnya pada silsilah
kekerabatan dalam bahasa Indonesia massih belum lengkap. Kita belum berhubungan
antara ego, misalnya (1) anak dari kemenakan, (2) anak dari sepupu, (3) anak
dari besan yang bukan menantu, (4) anak dari moyang, (5) anak dari piut dan
sebagainya.
Kata-kata yang berada dalam satu medan makna dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu yang termasuk golongan kolokasi dan goolongan set.
Kolokasi (berasal dari bahasa latin colloco
yang berarti ada di tempat yang sama dengan) menunjuk kepada hubungan
sintagmatik yang terjadi aantara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu.
Kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada dalam satu tempat atau
satu lingkungan. Misalnya : pada
kalimat penyerang tengah bernomor punggung tujuh itu memasukkan bola ke
gawang dengan melewati pemain belakang dari pihak lawan yang ramai, kiper dari
pihak lawan kewalahan menangkap bola tersebut sehingga wasit menyatakan gol.
Kita dapat melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang belakang, gol,
bola, wasit, gawang, dan kiper berkolokasi
dalam pembicaraan tentaang olah raga sepakbola.
Dalam pembicaraan tentaang jenis makna ada istilah
kolokasi, yaitu jenis makna kolokasi
yaitu makna kata yang tertentu berkenaan dengan keterikatan kata tersebut
dengan kata lain yang merupakan kolokasi. Misalnya kata tampan, cantik, dan indah
sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’. Tetapi kata tampan memiliki komponen atau ciri makna (+laki-laki) sedangkan
kataa cantik memiliki komponen atau
ciri makna (-laki-laki) dan kata indah memiliki
komponen atau ciri makna (-manusia).
Set menjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata
atau unsur-unsur yang berada dalaam suatu set dapat saling menggantikan. Suatu
set biasanya berupa sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang
tampaknya merupakan satu kesatuan. Setiap unsur leksika dalam suatu set
dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota dalam set
tersebut.
SET bayi dingin
(Paradigmatik) kanak-kanak sejuk
remaja hangat
dewasa panas
manula terik
kata remaja
merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanak
dengan dewasa; sejuk adalah suhu di
antara dingin dengan hangat.
2.2
Komponen Makna
Komponen
makna atau komponen semantik (semantic
feature, semantic property, atau semantic
marker) mengajarkan bahwa setiap
kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang
bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Misalnyaa, kata ayah mengandung komponen makna atau unsur makna: +insan, +dewasa,
+jantan dan +kawin dan ibu mengandung
komponen makna; +insan,+dewasa,-jantan dan +kawin.
Komponen Makna
|
Ayah
|
Ibu
|
1. Insan
|
+
|
+
|
2. Dewasa
|
+
|
+
|
3. Jantan
|
+
|
-
|
4. kawin
|
+
|
+
|
Konsep
analisis ini (lazim disebut analisis biner)
oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata
dengan kata lain. Analisis biner ini dapat pula digunakan untuk mencari
perbedaan semantik kata-kata yang bersinonim.
Dari
pengamatan terhadap data/unsur-unsur leksikal, ada tiga hal yang perlu dikemukakan
sehubungan dengan analisis biner tersebut, yaitu:
Pertama, ada pasangan kata yang salah satu daripadanya lebih
bersifat netral atau umum sedaangkan yang lain bersifat khusus. Misalnya,
pasangan kata mahasiswa dan mahasiswi. Kata mahasiswa lebih bersifat umum dan netral karena dapat termasuk
“pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata mahasiswi
lebih bersifat khusus karena hanya mengenai “wanita”.
Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena memang
mungkin tidak ada; tetapi ada juga yang mempunyai pasangan lebih dari satu.
Contoh kata atau unsur leksikal yang pasangannya lebih dari satu adalah kata berdiri. Kata berdiri bukan hanya bisa
dipertentangkan dengan kata duduk,
tetapi dapat juga dengan kata tiarap,
rebah, tidur, jongkok, dan berbaring.
Ketiga, sukar mengatur ciri-ciri
semantik itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat umum dan mana yang
lebih bersifat khusus. Umpamanya ciri (jantan) dan (dewasa), bisa bersifat umum
(jantan) dan bisa juga bersifat umum (dewasa).
Walaupun
analisis komponen makna ini dengan pembagian biner banyak kelemahan, tetapi
cara ini banyak memberi manfaat untuk memahami makna kalimat.
2.3
Kesesuaian
Semantik dan Gramatis
Seorang
bangsawan atau penutur suatu bahasa dapat memahami dan menggunakan bahasanya
bukanlah karena dia menguasai semua kalimat yang ada di dalam bahasanya itu,
melainkan karena adanya unsur kesesuaian atau kecocokan ciri-ciri semantik antara
unsur leksikal yang satu dengan unsur yang lain. Umpamanya, antara kata wanita dan mengandung ada kesesuaian
ciri semantik.
Kesesuaian
ciri ini berlaku bukan hanya pada unsur-unsur leksikal saja tetapi juga berlaku
antara unsur leksikal dan unsur gramantikal.Umpamanya, kata seekor hanya sesuai dengan kata ayam tetapi tidak sesuai dengan kata ayam-ayam, yaitu bentuk reduplikasi dari
kata ayam. Kata seekor sesuai dengan kata ayam
karena keduanya mengandung ciri (+tunggal); sebaliknya kata seekor tidak sesuai dengan kata ayam- ayam karena kata seekor berciri makna (+tunggal)
sedangkan ayam-ayam berciri makna(-tunggal).
Para ahli
tata bahasa generatif semantik seperti Chafe (1970)dan fillmore (1971), malah
berpendapat setiap unsur leksikal mengandung ketentuan-ketentuan
penggunanaannya yang sudah terpateri yang bersifat gramatikal dan bersifat
semantis. Ketentuan-ketentuan gramatikal memberikan kondisi-kondisi gramatikal
yang berlaku jika suatu unsur gramatikal yang berlaku jika suatu unsur
gramatikal hendak digunakan. Umpamanya kata kerja makan dalam penggunaannya memerlukan adanya sebuah subyek dan
sebuah obyek (walaupun disini objek ini bisa dihilangkan).
Oleh karena itulah kalimat Adik makan dendeng atau kucing makan dendeng dapat diterima,
sebab adik maupun kucing
mengandung ciri makna (+bernyawa) dan dendeng
mengandung ciri makna (+makanan). Tetapi kalimat *Pensil makan dendeng dan kalimat Adik makan lemari tidak dapat diterima karena kata pensil pada kalimat pertama mengandung
ciri makna (-bernyawa) dan kata lemari
pada kalimat kedua mengandung ciri makna (-makanan). Jadi tidak dapat
diterimanya kedua kalimat itu bukanlah karena masalah gramatikal, melainkan
karena masalah semantik.
BAB III KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Harimurti
(1982) menyatakan bahwa medan makna ( semantic
field, semaantic domain) adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang
menggambarkkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta
tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya
berhubungan.
Kata-kata
yang berada dalam satu medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.
Golongan kolokasi. Kolokasi (berasal dari bahasa
latin colloco yang berarti ada di
tempat yang sama dengan) menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi
aantara kata-kata atau unsur-unsur leksikal itu.
2.
Golongan SET. Set menjuk pada hubungan paradigmatik
karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalaam suatu set dapat saling
menggantikan.
Tiga hal
yang perlu dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut, yaitu:
Pertama, ada pasangan kata yang salah satu daripadanya lebih
bersifat netral atau umum sedaangkan yang lain bersifat khusus. Misalnya,
pasangan kata mahasiswa dan mahasiswi. Kata mahasiswa lebih bersifat umum dan netral karena dapat termasuk
“pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata mahasiswi
lebih bersifat khusus karena hanya mengenai “wanita”.
Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena memang
mungkin tidak ada; tetapi ada juga yang mempunyai pasangan lebih dari satu.
Contoh kata atau unsur leksikal yang pasangannya lebih dari satu adalah kata berdiri. Kata berdiri bukan hanya bisa
dipertentangkan dengan kata duduk,
tetapi dapat juga dengan kata tiarap,
rebah, tidur, jongkok, dan berbaring.
Ketiga, sukar mengatur ciri-ciri
semantik itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat umum dan mana yang
lebih bersifat khusus. Umpamanya ciri (jantan) dan (dewasa), bisa bersifat umum
(jantan) dan bisa juga bersifat umum (dewasa).
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1989. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Djajasudarma, Fatimah. 2009. Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal. Bandung: Refika Aditama
terima kasih.. terima kasih.
BalasHapuspostingan.ny sangat membantu :)